AlaMak...! 3 Ancaman Serius bila Delik Korupsi Masuk di Revisi KUHP


RIAUPUBLIK.Com-- DPR sudah bertekad menyetujui revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Tapi persoalannya, ada beberapa hal krusial yang mengganggu. Salah satunya perihal delik pidana korupsi yang dimasukkan di RKUHP.

"Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dengan dimasukkannya tindak pidana atau delik korupsi dalam RUU HP justru merupakan langkah mundur dan ancaman serius bagi upaya pemberantasan korupsi. Pengaturan delik korupsi dalam R KUHP bahkan dapat dinilai kompromi dan berpihak pada koruptor," kata peneliti ICW, Lalola Ester dalam keterangannya, Sabtu (2/6).
Lalola menjelaskan, dalam hal pemberantasan korupsi, masuknya delik korupsi dalam RKUHP akan menimbulkan permasalahan serius. Permasalahan tersebut berangkat dari dimasukkannya delik-delik korupsi yang bersumber dari UU Tipikor, dengan perubahan sanksi pidana yang signifikan. 
Hal ini justru akan memunculkan diskresi yang sangat besar bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal terhadap tersangka maupun terdakwa.

"Sebagai contoh, para pembuat UU bersepakat untuk memasukkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor ke dalam RKUHP sebagai core crimes yang menjadi cantolan bagi UU lain yang berada di luar RKUHP. Pasal 2 UU Tipikor misalnya, berubah menjadi Pasal 687 RKUHP, sedangkan pasal 3 UU Tipikor berubah menjadi Pasal 688 RKUHP. Dalam perumusan sanksi pidananya, terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam hal besaran sanksi denda maupun penjara. Selain itu, terdapat catatan-catatan lain yang sama pentingnya terkait penegakan hukum dalam perkara korupsi," tegas Lalola.

ICW mencatat setidaknya tiga ancaman serius bagi upaya pemberantasan korupsi karena delik korupsi di R KUHP ini, yakni:

Pertama, memangkas kewenangan penindakan dan penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski Pemerintah dan DPR kerap berdalih bahwa jika RKUHP disahkan tidak akan mengganggu kerja KPK, namun kenyataannya justru dapat sebaliknya. Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak lagi berlaku jika RKUHP disahkan. Artinya KPK tidak lagi berwenang menangani kasus korupsi yang diatur dalam KUHP. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi karena tidak dapat melakukan penindakan dan penuntutan.
Kewenangan KPK tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK) yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor. Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus korupsi nantinya akan beralih kepada Kejaksaan dan Kepolisian karena kedua institusi ini dapat menangani kasus korupsi yang diatur selain dalam UU Tipikor.

Kedua, selain KPK, Pengadilan Tipikor juga berpotensi mati suri jika delik korupsi masuk dalam RKUHP. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor pada intinya menyebutkan bahwa Pengadilan Tipikor hanya memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor. Dengan demikian jika tindak pidana korupsi diatur dalam KUHP maka kasusnya tidak dapat diadili oleh Pengadilan Tipikor dan hanya dapat diadili di Pengadilan Umum. Sebelum Pengadilan Tipikor dibentuk, Pengadilan Umum dikenal sebagai institusi yang banyak membebaskan koruptor.

Ketiga, sejumlah ketentuan delik korupsi dalam RUU HP justru menguntungkan koruptor. Kondisi ini berbeda dengan UU Tipikor yang selama ini dinilai efektif menjerakan korupsi. Ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam RUU HP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam RUU HP. Lebih ironis adalah koruptor yang diproses secara hukum bahkan dihukum bersalah tidak diwajibkan membayar uang pengganti kepada Negara karena RUU HP tidak mengatur hukuman membayar uang pengganti atau uang yang telah dikorupsi.

"Berdasarkan sejumlah catatan tersebut maka ICW menyatakan menolak pengaturan delik korupsi dimasukkan ke dalam RKUHP. DPR dan Pemerintah sebaiknya mengakomodir usulan perubahan maupun penambahan delik korupsi dalam Revisi UU Tipikor dan tidak memaksakan dicantumkan meskipun terbatas kedalam RKUHP," tutup Lalola

Related

Hukrim 1300395864165121835

Posting Komentar

emo-but-icon

Siak

Siak

Ik

Ik

Ikln

Ikln

LPPNRI RIAU

Dewan Redaksi RPC

publik MERANTI

Galery&Adv

Dewan Bengkalis

Newspelalawan

Komisi Pemberantasan Korupsi

Sum

Sum

PEMKAB SIAK

dewan bengkalis

Follow Us

Ikln

Ikln

Rohil

Rohil

Rohil

Rohil

DPRD Rohil

DPRD Rohil

Uc

Uc

Uc

Uc

uc

uc

UCP

UCP

UC

UC

Hot News

Recent

Comments

Side Ads

item