Peliknya “Replanting” Kebun Sawit Rakyat 

Kamis, 20 Februari 2020
JAKARTA, RIAUPUBLIK.COM-- Paling tidak seluas 2,5 juta hektar kebun sawit milik petani (rakyat) saat ini tidak produktif, dan  membutuhkan peremajaan (replanting) karena usia tanaman sudah di atas 25 tahun. BPDP Kelapa Sawit dan perbankan merasa kesulitan membantu mendanai replanting tersebut lantaran terbentur legalitas lahan.

Fakta berbicara bahwa kebun sawit milik petani swadaya maupun plasma punya kontribusi yang tidak kecil dalam konstelasi luas perkebunan sawit di negeri ini. Dari total luas kebun sawit Indonesia yang saat ini mencapai 11, 9 juta hektar (ha), kebun sawit milik petani mencapai area seluas 4,7 juta hektar. 

Ironinya,  tak kurang dari 2,5 juta hingga 3,8 juta ha area kebun sawit petani tersebut, sangat rendah produktivitasnya karena berisi tanaman tua yang sudah tidak lagi produktif.  Sawit milik petani plasma yang berasal dari Program PIR (Perusahaan Inti Rakyat) ditanam sejak awal tahun 1980-an. Sementara tanaman sawit di kebun milik petani swadaya ditanam sejak awal tahun 1990-an. 

Hanya sebagian kecil kebun sawit milik petani plasma maupun swadaya yang selama ini diremajakan karena terbentur pada legalitas lahan dan terbatasnya dana. “Karena terlambat melakukan replanting, rata-rata kebun sawit petani kita hanya mampu menghasilkan minyak sawit 2 sampai 4 ton per hektar per tahun. Padahal, potensi yang dimiliki pohon sawit itu bisa menghasilkan 8 hingga 10 ton minyak sawit per hektar per tahun, “ kata Dirjen Perkebunan, Bambang dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Kebijakan Akselerasi Pembiayaan dan Kepastian Hukum Industri Sawit”, awal Maret kemarin, di Jakarta.

Peremajaan terhadap kebun sawit milik petani yang tanamannya tidak produktif lagi, lanjut Bambang, memang perlu dilakukan. Pasalnya, dalam jangka panjang, kondisi tersebut akan berkontribusi pada sulitnya mencapai target peningkatan produksi sawit nasional.

Dalam konteks peremajaan sawit ini, kebun sawit milik petani umumnya dihadapkan pada persoalan aspek legalitas lahan serta akses kemudahan mendapatkan kredit dari perbankan nasional. Belum lagi, sekitar 1,7 juta hektar lahan sawit milik petani itu, berada di kawasan hutan. 

“Ini tentu menjadi PR bagi kita semuanya. Karena itu, tujuan yang ingin dicapai dari FGD kali ini adalah bagaimana para stakeholder sawit yang hadir di sini fokus untuk mencari solusi konkret bagi petani sawit, terutama terkait dengan akses pembiyaaan replanting ke perbankan dan menyangkut kepastian lahan yang berada di kawasan hutan tersebut,” papar Bambang.

Areal kebun sawit seluas 1,7 juta hektar tersebut, ujar dia menambahkan, jangan sampai dibiarkan “abu-abu”, karena selain tidak menyelesaikan masalah juga bisa berimbas pada kurang baiknya citra perkebunan sawit Indonesia di mata internasional. Terlebih bila luasan areal sawit tersebut melibatkan jutaan petani berikut anggota keluarganya yang menggantungkan hidupnya dari kebun tersebut.

Dalam kacamata pandang Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil, bukan hanya kebun sawit milik petani saja yang lokasinya overlapping (berada) di kawasan hutan. Setidak-tidaknya ada 4 juta hektar total luas kebun sawit yang berada di kawasan hutan.

“Sekitar 2,7 juta hektar kebun sawit di antaranya milik korporasi. Ini masalah besar. Ibu Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sangat serius dengan masalah ini. Dan kita pun harus ikut memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah ini,” tegas Sofyan pada acara FGD yang antara lain juga menghadirkan Dirut Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo dan Direktur Replanting Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDP-KS), Herdrajat Natawidjaja tersebut.

Menurut Sofyan, pemerintah saat ini memang tengah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menyertifikat lahan kebun sawit di kawasan yang secara de facto dimiliki masyarakat. Dengan Perpres ini semua permasalahan lahan yang terkait dengan kawasan hutan diharapkan bisa dituntaskan.

“Dulu banyak orang-orang kami terpaksa berurusan dengan aparat hukum karena mengukur kawasan hutan yang disertifikatkan. Dengan adanya Perpres ini, nanti hal seperti itu akan teratasi, dan ini merupakan bagian dari reforma agraria pak Presiden. Dengan Perpres itu kawasan yang memang de facto milik masyarakat bisa kita sertifikatkan dan kita keluarkan dari kawasan hutan,” kata Sofyan menandaskan.

3 Problema Terkait Replanting
Bagi Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), setidaknya ada 3 masah utama yang terkait dengan kegiatan replanting kebun sawit milik petani di Indonesia. Ketiga masalah dimaksud, pertama menyangkut aspek dan skema pembiayaan untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit khususnya plasma dan swadaya. Kedua, isu terkait sertifikasi lahan pekebun, serta ketiga isu terkait dengan kelembagaan atau pola kemitraan di dalam peremajaan yang akan dilaksanakan.

Menurut dia, kebutuhan peremajaan terhadap sawit petani ini sangat mendesak tapi pada saat yang sama berbagai skema peremajaan yang tersedia, belum ada yang baku  untuk dilaksanakan. Pada era 2007 hingga 2014, pemerintah pernah melaksanakan program revitalisasi perkebunan yang antara lain ditujukan untuk peremajaan kebun sawit termasuk milik petani plasma dan swadaya.

“Tapi, karena tingkat keberhasilannya sangat rendah dilihat dari serapan dana yang ada, dan juga banyak disinyalir tidak tepat sasaran makanya kemudian itu dihentikan oleh Kementerian Keuangan,” kata Fadhil. Dan saat ini, lanjut dia, memang kebutuhan untuk peremajaan sawit  semakin mendesak, tapi lagi-lagi skema pembiayaan untuk kegiatan ini hingga sekarang belum ada yang fixed.

Masalah berikutnya, menyangkut kebun-kebun plasma yang ada saat ini telah ditanam sejak tahun 80-an dan 90-an. Nah, kebun plasma ini banyak yang sudah berpindah tangan kepemilikannya sehingga sertifikatnya menjadi bermasalah. Lebih dari itu, banyak juga lahan sawit petani yang belum disertifikat sehingga kemudian program replanting ini tidak dapat dilakukan karena petani-petani bersangkutan tidak memiliki legalitas lahan. .

Problem selanjutnya terkait dengan upaya pemangku kepentingan sawit dalam menciptakan suatu pola kemitraan antara plasma dan inti dengan lebih baik. Khusus untuk petani swadaya persoalan yang dihadapi adalah masalah kelembagaan.

Tidak ada organisasi petani di tingkat lokal yang cukup kuat, yang memungkinkan kemudian petani ini bisa bersama-sama berorganisasi dengan baik sehingga program-program peremajaan itu bisa dilaksanakan. Sebab, tidak mungkin program peremajaan ini menyasar petani sawit individual mengingat akan menjadi tidak efektif dan efisien. Juga untuk petani plasma yang ada, ada permasalahan-permasalahan yang terkait kemitraan dengan inti, yang perlu juga diperbaiki.

“Dalam FGD ini kita harapkan permasalahan tersebut bisa kita diskusikan dan rumuskan bersama apa pemecahannya. Kita juga akan rekomendasikan dalam bentuk suatu rumusan yang diusulkan pada pemerintah untuk ditindaklanjuti menjadi sebuah kebijakan. Selanjutnya, kebijakan tadi akan kita laksanakan sebagai bagian daripada pembangunan perkebunan secara keseluruhan,” papar Fadhil.

Rendahnya serapan dana revitalisasi perkebunan yang disampaikan Fadhil itu juga diperkuat oleh Ari Wahyuni, Direktur Sistem Manajemen Investasi, Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan yang juga tampil sebagai pembicara dalam FGD tersebut.
   
Menurut Ari, dari dana sebesar Rp38 triliun yang merupakan Kredit Pengembangan Energi Nabati & Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) untuk peremajaan sawit, ternyata yang terserap hanya 11%. Itu pula sebabnya, KPEN-RP yang merupakan program pemerintah di bidang pembiayaan subsidi bunga yang digulirkan sejak tahun 2007, sejak beberapa tahun lalu dihapus oleh Kemenkeu.

Herdrajat menambahkan, sejak BPDP-KS mengalokasikan bantuan untuk peremajaan kebun sawit milik petani, program itu dilaksanakan secara cermat agar tepat sasaran. Pengalokasian dana ini untuk petani plasma, praktis tidak banyak menemui kendala, karena ada pihak inti sebagai penjamin (avalist). Lain lagi ceritanya, bila dana untuk replanting kebun sawit petani itu dialokasikan melalui koperasi (sebagai avalist), sementara koperasi belum memiliki pengalaman. 

Fakta lain yang juga acap ditemukan di lapangan adalah, masalah kepemilikan lahan, dimana sertifikat hak milik (SHM) lahan bersangkutan atas nama orang lain. “Kalau pemiliknya ada,  tidak masalah tapi kalau pemiliknya lama sudah tidak ada, sementara orang itu mendesak untuk diberi bantuan maka hal seperti ini yang saya kira tidak mudah,” tukasnya. 

Temuan lainnya berupa kondisi kebun sawit petani yang tidak semuanya layak atau bankable. Sementara kebunnya sudah tua dan perlu diremajakan. Tidak cukup cuma mengandalkan dana bantuan dari BPDP-KS, tapi juga harus dicarikan dana dari bank, misalnya.

Tahun 2016 lalu, dari Rp400 miliar dana replanting yang disiapkan BPDP-KS untuk petani sawit, realisasi penyalurannya hanya Rp16 miliar atau 4%.  Sepanjang tahun lalu, tak kurang dari 42.000 usulan proposal pengajuan dana replanting, namun baru satu kelompok tani saja yang disetujui. Hal itu karena BPDP-KS kesulitan mendeteksi apakah benar petani yang mengusulkan itu benar-benar memiliki lahan maksimal 4 hektar, serta memiliki sertifikat tanah yang jelas, dan lahannya tidak bermasalah semisal, tidak berada di lahan konservasi atau hutan lindung.

Untuk tahun ini, ungkap Herdrajat, BPDP-KS telah menyiapkan dana replanting sebesar Rp500 miliar. “Kami berharap realisasi penyalurannya bisa lebih meningkat dibanding tahun lalu yang hanya sekitar 4%,” ujar Ari Wahyuni.

BPDP-KS Membentuk Komite
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) telah membentuk Komite Khusus Pelaksana Verifikasi Penerima Dana Peremajaan Perkebunan sawit pada pertengahan Februari 2017 lalu. Saat ini komite tersebut sedang menunggu landasan pengelolaan replanting sawit.

Dalam menjalankan tugasnya nanti, ujar Herdrajat, Komite Replanting ini akan membantu proses verifikasi data petani kelapa sawit yang menerima dana replanting. Misalnya, memastikan kelengkapan surat, dokumen, hingga studi kelayakan. 

Selama ini masalah legalitas menjadi kendala utama terhambatnya pemberian dana replanting. “Intinya, komite ini membantu kami menyelesaikan persoalan yang selama ini menghambat replanting,” ujarnya.

ada beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) yang akan ambil peran di dalam komite khusus tersebut, yakni BPDP-KS, Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Dalam tugasnya nanti, komite khusus tersebut akan melakukan seluruh proses verifikasi terhadap petani kelapa sawit yang akan menerima dana replanting, mulai dari memastikan kelengkapan surat dan dokumen hingga studi kelayakan.

Konkretnya, komite ini kelak akan memastikan legalitas lahan yang dimiliki petani. Pasalnya, selama ini legalitas lahan masih menjadi masalah utama tersendatnya pemberian dana replanting. Adapun soal verifikasi legalitas lahan akan dititikberatkan kepada Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Verifikasi pertama dipastikan oleh Kementan. Kalau ternyata tak masuk kawasan perkebunan, pasti itu lahan hutan. Jadi, langsung kita verifikasi ke KLHK," kata Herdrajat.

Adapun tahap verifikasi legalitas lahan petani kelapa sawit akan dilakukan dengan melihat kepemilikan sertifikat lahan, Izin Usaha Perkebunan (IUP), Hak Guna Usaha (HGU) hingga riwayat petani.

BPDP-KS menginginkan komite khusus pelaksana verifikasi penerima dana replanting dapat melakukan seluruh rangkaian verifikasi yang begitu panjang untuk memastikan aliran dana replanting tak salah sasaran. Pasalnya, proses verifikasi tak mampu dilakukan BPDP-KS saja karena adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM). R0l ***

Related

Ekonomi 1467106146583366903

Posting Komentar

emo-but-icon

Siak

Siak

Ik

Ik

Ikln

Ikln

LPPNRI RIAU

Dewan Redaksi RPC

publik MERANTI

Galery&Adv

Dewan Bengkalis

Newspelalawan

Komisi Pemberantasan Korupsi

Sum

Sum

PEMKAB SIAK

dewan bengkalis

Follow Us

Ikln

Ikln

Rohil

Rohil

Rohil

Rohil

DPRD Rohil

DPRD Rohil

Uc

Uc

Uc

Uc

uc

uc

UCP

UCP

UC

UC

Hot News

Recent

Comments

Side Ads

item