BENCANA ALAM DAN BENCANA SOSIAL DALAM BELANJA TIDAK TERDUGA” TINJAUAN DARI PERMENDAGRI 13/2006, PERMENDAGRI

Bencana Alam dan Bencana Sosial
Kamis, 07 Septembar 2017
PEKANBARU, RIAUPUVBLIK.Com-- Akhir–akhir ini kita semua sering membaca di surat khabar, dan majalah, mendengar dan menyaksikan tayangan di televisi, bahkan menyaksikkan dengan mata kepala sendiri di lapangan kejadian bencana alam dan bencana sosial di mana mana, seperti di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Kabupaten Bantul, Klaten, dan daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Bencana alam itu bisa berupa gempa bumi tektonik, dan atau vulkanik, banjir besar, angin puting beliung, yang mengakibatkan bencana sosial seperti kelaparan, wabah dan penyakit, bangunan banyak yang roboh bahkan ada yang hancur, antara lain mengakibatkan anak-anak tidak masuk sekolah, korban jiwa dan harta di mana-mana. Rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta sudah penuh, dan tidak dapat lagi menampung pasien baru.

Para relawan dari luar dan dalam negeri berbondong-bondong berpartisipasi aktif mendirikan tenda-tenda darurat pelayanan kesehatan, dan bantuan kepada korban di daerah gempa dan banjir. Pemerintah provinsi, maupun kabupaten/kota, serta DPRD nya, bersama aparatur pemerintah lainnya, masyarakat, dan swasta, tidak tinggal diam, merekapun mengadakan langkah-langkah pro aktif penanggulangan bencana.

Langkah-langkah darurat tersebut harus cepat dan tepat berdasarkan prinsip-prinsip good governance, yaitu : transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, opennes, dan rule of law, serta mempedomani kaidah menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah.
Prosedur Anggaran
Sesuai ketentuan, maka hal-hal tersebut di atas termasuk kegiatan yang amat penting, yaitu penanggulangan keadaan darurat. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka keadaan darurat sekurang-kurangnya memenuhi kriteria :
  1. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
  2. Tidak diharapkan terjadi berulang ;
  3. Berada di luar kendali pemerintah daerah; dan
  4. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan keadaan darurat.
Dalam keadaan darurat pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya, diusulkan dalam rancangan perubahan APBD. Pendanaan keadaan darurat yang belum tersedia anggarannya dapat menggunakan belanja tidak terduga
(UU 17/2003 pasal 28 ayat 4; PP 58/2005 pasal 81 ayat 2 dan 3; Permendagri 13/2006 pasal 162 ayat 1, 2, dan 3). Pengeluaran  untuk keperluan keadaan darurat termasuk belanja keperluan mendesak, kriterianya ditetapkan dalam perda tentang APBD.  mencakup :
  1. Program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan ; dan
  2. Keperluan mendesak lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat (Permendagri 13/2006 pasal 162 ayat 5 dan 6)
Prosedur berikutnya yang perlu dipedomani oleh pemerintah daerah, bahwa pendanaan keadaan darurat itu harus diformulasikan terlebih dahulu dalam Rencana Kerja dan Anggaran  Satuan Kerja Perangkat  Daerah ( RKA-SKPD ).

Dalam hal keadaan darurat terjadi setelah ditetapkannya perubahan APBD, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, dan pengeluaran tersebut disampaikan dalam laporan realisasi anggaran (Permendagri 13/2006 pasal 162 ayat 9).

Dasar pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-SKPD untuk dijadikan dasar pengesahan DPA-SKPD oleh PPKD setelah memperoleh persetujuan sekretaris daerah (Permendagri 13/2006 pasal 162 ayat 10).

Pelaksanaan pengeluaran untuk mendanai kegiatan dalam keadaan darurat itu ditetapkan dengan peraturan kepala daerah ( Permendagri 13/2006 pasal 162 ayat 11 ).
Ketentuan  tersebut di atas diatur juga dalam Lampiran Permendagri 30/2007 tanggal 20 Juni 2007 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2008, pada angka II.2, huruf b, angka 11).

Karena menyangkut bencana alam dan bencana sosial, hal itu merupakan keadaan darurat dan mendesak, maka pemerintah daerah dalam mengatasinya   dituntut kecermatan administrasi dan ketepatan operasionalnya di lapangan harus  sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta dibutuhkan komitmen semua pihak, baik kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah, camat, dan lurah/kepala desa yang mengetahui langsung  keadaan di lapangan.

Mereka segera duduk satu meja menyamakan dan menyatukan persepsi atas regulasi tersebut di atas, kemudian segera diimplementasikan. Sehingga pelaksanaannya lancar dan sesuai ketentuan yang berlaku, akhirnya masyarakat mendapatkan pelayanan seperti yang mereka harapkan.

Dalam hal bencana alam dan bencana sosial terjadi sebelum perubahan APBD, sesuai dengan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, maka SKPD membuat RKA-SKPD, kemudian dikirim kepada PPKD, selanjutnya dibahas dalam forum TAPD.  Substansi RKA-SKPD yang dibuat SKPD, dan materi pembahasannya oleh TAPD harus memenuhi persyaratan  pembuatan RKA-SKPD,

Yaitu penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal ( PP 58/2005, pasal 39 ayat (2), dan Permendagri 13/2006, pasal 93 ayat (1) ).

Setelah disusun dan diselesaikan sesuai ketentuan, maka selanjutnya dituangkan dalam penetapan peraturan kepala daerah tentang Perubahan Penjabaran APBD tahun yang berkenaan, untuk kemudian ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD.

Untuk kegiatan-kegiatan itu harus dibuat DPA –SKPD, yang sebelum disahkan oleh PPKD harus terlebih dahulu disetujui oleh sekretaris daerah.

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa pemanfaatan saldo anggaran yang tersedia dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun Anggaran Sebelumnya dan/atau penggeseran anggaran tidak terduga untuk bantuan penanggulangan bencana alam/bencana sosial harus diberitahukan kepada DPRD (Permendagri 30/2007).

Sebagai informasi bahwa Permendagri 59/2007 tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, tidak merubah Bagian Kelima Pendanaan Keadaan Darurat Pasal 162 ayat (1) sampai dengan (11), sehingga mengenai hal itu berlaku ketentuan pada Permendagri 13/2006.
Simpulan
Di dalam menghadapi dan menanggulangi bencana alam dan bencana sosial diperlukan komitmen baik itu pemerintah, swasta, dan masyarakat guna menyelesaikannya dengan baik, cepat, tepat, dan sesuai ketentuan yang berlaku.

Prosedur anggaran yang ditempuh tetap tunduk pada kaidah-kaidah yang melekat pada anggaran prestasi kerja, antara lain dengan menggunakan RKA-SKPD yang harus dibuat oleh SKPD.

Penetapannya ke dalam peraturan kepala daerah tentang perubahan penjabaran APBD, untuk kemudian ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD. Demikian juga mengenai prosedur DPA-SKPD dan dokumen-dokumen lainnya harus dibuat seuai ketentuan.

Dalam hal keadaan darurat terjadi setelah ditetapkannya perubahan APBD, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya sesuai ketentuan yang berlaku, dan pengeluaran tersebut disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.

Hal lain yang penting mendapatkan perhatian adalah penggeseran/penggunaan anggaran belanja tidak terduga harus diberitahukan kepada DPRD.

Tulisan ini  ditulis sebelum Permendagri 32/2008 dan Permendagri 25/2009 ditetapkan.
Amanat dari Permendagri 25/2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010 ialah sebagai berikut :
  • Dalam penetapan anggaran belanja tidak terduga agar dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2009 dan estimasi kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah, serta tidak biasa/tanggap darurat, yang mendesak, dan tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran  2010;
  • Dalam penetapan anggaran belanja tidak terduga agar dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2009 dan estimasi kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah, serta tidak biasa/tanggap darurat, yang mendesak, dan tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran  2010;
  • Penggunaan belanja tidak terduga dapat dibebankan secara langsung, yaitu untuk pengembalian atas kelebihan penerimaan tahun sebelumnya, atau dilakukan melalui proses pergeseran anggaran dari mata anggaran belanja tidak terduga kepada belanja langsung maupun tidak langsung sesuai dengan sifat dan jenis kegiatan yang diperlukan.

TINJAUAN DARI PERMENDAGRI 13/2006, PERMENDAGRI
59/2007, DAN PERMENDAGRI 30/2007

Related

Ekonomi 723237784444375124

Posting Komentar

emo-but-icon

Siak

Siak

Ik

Ik

Ikln

Ikln

LPPNRI RIAU

Dewan Redaksi RPC

publik MERANTI

Galery&Adv

Dewan Bengkalis

Newspelalawan

Komisi Pemberantasan Korupsi

Sum

Sum

PEMKAB SIAK

dewan bengkalis

Follow Us

Ikln

Ikln

Rohil

Rohil

Rohil

Rohil

DPRD Rohil

DPRD Rohil

Uc

Uc

Uc

Uc

uc

uc

UCP

UCP

UC

UC

Hot News

Recent

Comments

Side Ads

item